Sumber Kesejarahan Boyolali
Berita tertua mengenai daerah Boyolali diperoleh dari sumber tradisional berupa Serat Witoradya III (R.Ng. Ronggowarsito, 1922), Babad Sangkala Ageng (GPH. Hadiwijoyo, 1928), Vorstenlanden (GP. Rouffer, 1931) serta sumber lain berupa cerita rakyat (folklore).
Berdasarkan Serat Witoradya III atau Babad Pengging, disebutkan bahwa sejak jaman kerajaan kediri, nama daerah Pengging dan Pajang telah ada. Kerajaan Pengging pada jaman pemerintahan prabu Anglingdriyo memiliki daerah yang meliputi : Pengging, Madyapanjang, Salembi, Pajangkungan, Walen, Samapura, Gunung Plawangan (lereng Merapi), Gunung Cangkring, Prambanan dan Koripan. Daerah tersebut sekarang termasuk wilayah kabupaten Boyolali (kecamatan Teras dan Banyudono). Sedangkan daerah Prambanan dan Koripan termasuk wilayah kabupaten Klaten.
Menurut Kamus Bahasa Jawa – Belanda (JFC. Gerieke en T, Roorda, 1901), Boyolali disebut juga Boyowangsul atau Bwangsul. Kata ini menunjukkan nama sejenis pohon, yaitu Aglaia Lourn suku Meliaceae, yang kemungkinan sejenis dengan pohon Apel Jawa.
Nama Boyolali dalam Serat Angger-Anggeran Nagari atau Angger Gunung dalam bab 40 disebutkan Bayawangsul. Serat Angger-Anggeran Nagari itu merupakan Surat Keputusan Bersama Patih Raden Adipati Sasradiningrat II di Surakarta dengan Patih Raden Adipati Sindurejo di Jogjakarta pada tahun 1840.
Masa Kesultanan Demak dan Pajang
Berita tentang Boyolali dari sumber tradisional, dikatakan bahwa beberapa daerah yang sekarang menjadi wilayah kabupaten Boyolali, pada jaman kesultanan Demak, termasuk bumi Pengging (R. Ng. Ranggawarsito, 1922) dan Bumi Pajang (Mas Atmodarminto, 1955). Wilayah bumi Pengging meliputi : Pengging, Sudimara, Salembi, Kragilan, Majasanga, dan Purna. Sedangkan daerah bumi Pajang meliputi : Pajang, Laweyan, Wanakerta, Sawahan, Tapen, Randu Gunting dan Majasata.
Kedua wilayah dipisahkan oleh sungai Pepe dan termasuk kategori Nagara Agung menurut struktur birokrasi kerajaan. Nagara Agung merupakan tempat beradanya tanah lungguh para sentana dan abdi dalem kerajaan.
Adapun penguasa Pengging yang pernah memerintah adalah : Pangeran Andayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh) dan Ki Ageng Kebo Kenanga ( Ki Ageng Pengging Muda) (Mas Atmodarminto, 1955; Almanak Cahya Mataram, 1919-1922). Pangeran Andayaningrat menurut cerita rakyat adalah Jaka Sengara, seorang keturunan prabu Brawijaya dari Majapahit (WF. Althoff, 1941). Sedangkan Ki Ageng Pengging Muda atau Ki Kebo Kenanga, setelah tidak menjabat sebagai bupati Pengging (karena menentang Demak), pindah ke desa Butuh, sehingga dikenal juga dengan nama Kyai Ageng Butuh (Mas Atmodarminto, 1955).
Dalam kurun waktu tahun 1568 – 1586, daerah Pajang dan Pengging berada dibawah kekuasaan sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijaya lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir atau mas Karebet, putra Ki Kebo Kenanga.
Beberapa daerah yang sebelumnya menjadi daerah kekuasaan Pengging maupun Pajang, dewasa ini menjadi daerah kabupaten Boyolali, diantaranya : Pengging, Tangkisan, Kragilan, Teras, Samapura, Salembi, Pajang bagian barat, dan Simo (Mas Atmodarminto, 1955).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hingga masa kesultanan Demak dan Pajang, nama Boyolali nampaknya belum muncul. Adapun nama yang ada, nantinya menjadi daerah kabupaten Boyolali.
Masa Kerajaan Mataram Islam (1575 – 1755)
Dalam kesejarahan Mataram Islam, tepatnya masa pemerintahan Sultan Agung, daerah Pajang dibagi menjadi dua bagian : sebelah barat dinamakan Bumi Panumping dan bagian sebelah timur dinamakan Bumi Panekar. Adapun daerah Demak dan Pajang disebut Bumi Gede (Siti Ageng).
Daerah Bumi Panumping meliputi : Samapura, Salembi, Pengging, Banyudana, Sawit, dan daerah bagian barat daya Surakarta, yaitu Krapyak, Cawas, Pamasaran, dimana sebagian besar daerah tersebut sekarang tidak termasuk daerah kabupaten Boyolali.
Daerah Bumi Panekar berjumlah 8355 karya (Serat Siti Dusun, t.th), diantaranya meliputi :
1. Abdi dalem Panekar : 5100 karya, terbagi atas desa : Rambe, Sawahan, Tapen, Randu Gunting, Sekaran, Pabelan, getas, Sembungan, Ketaon, Cendol, Pepe Soka, Semampir, Putat, ketitang, Salakan dan Prembun.
2. Abdi dalem Kadipaten, meliputi 2887 karya yang terdiri atas : Telawah, Bala, Bandul, Padas, Repaking, Tugu, Juwangi, dan Cemara.
3. Bumi Gede, meliputi sekitar sepuluh ribu karya, antara lain : Bandung, Sutananggan, Kaceme, Jelapa, Bandongan, Koripan, Punduh, Ceper, Kaligesing, Jetis, Tangkisan. Daerah tersebut juga termasuk Kartosuro, Boyolali dan Ampel sampai batas Ungaran.
Sejak tahun 1727, pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana II, daerah Kartosuro dibagi menjadi daerah Bumi Gede Kiwa dan Bumi Gede Tengen. Bumi Gede Kiwa (Kiri) adalah daerah yang terletak di sebelah kiri jalan besar menuju Semarang, sedangkan Bumi Gede Tengen (Kanan) merupakan daerah yang terletak di sebelah kanan jalan besar Surakarta – Semarang. Adapun yang termasuk juga daerah Kartasura adalah Bumi Panumping, yaitu sebagian daerah Pajang bagian barat. Dan Bumi Pangrembe, yaitu daerah Nguntaraharja, yang meliputi : Grogol, kemusu, Simo yang sekarang termasuk daerah kabupaten Boyolali.
Nama-nama desa yang termasuk daerah Pajang yaitu Bumi Panumping dan Bumi Panekar, secara terperinci dimuat dalam sumber Serat Siti Dhusun (1895). Desa daerah Pajang yang kemudian menjadi daerah kabupaten Boyolali meliputi : Rambe, Sawahan, Tapen, Ketaon, Temon, Pabelan, Cabeyan, Bogor, Sembungan, Pager gunung, Wangsanatan, Gunungpring, Bangsri, Darpanalan, Sudimara, Sarapadan, Randegan, Kintelan, Jetis, Krapyak, Samapura, Sempol, Banyuanyar, Bala, Telawah, Juwangi, Repaking, Baberan, Tugu, Cemara, Ngendo, Tangkisan, Ketesan, Babadan, Nogosari, Ngaten, Cepaka, Ketitang, Majasanga, Karanganyar. Daerah tersebut meliputi daerah seluas 8702 karya.
Berdasarkan uraian di atas, bagi dari sumber tertua, masa kesultanan Demak dan Pajang maupun masa Mataram Islam, nama Boyolali nampaknya belum muncul.
Sumber :
Tim Peneliti. T.th. Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Boyolali. Boyolali: tidak dipublikasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar